Kamis, 13 Januari 2011

Kisah Negeri Antah Berantah


CERMIN SUATU BANGSA.

Adalah suatu negeri di antah berantah yang rakyatnya sedang berjuang melepaskan diri dari belenggu keterpurukan dan kungkungan tirani penguasanya.

Sekilas tentang keadaan negeri itu.
Negeri itu, sesungguhnya negeri yang subur makmur, gemah ripah loh jinawi istilah kita. Alamnya sangat mendukung. Rakyatnyapun sesungguhnya pekerja keras dan petarung sejati. Dimasa lalu, rakyat negeri itu dengan gigih berani dan heroik membela negerinya dari penjajahan bangsa asing tanpa kenal menyerah.

Namun nasib malang menimpa mereka. Justru setelah kemenangan atas bangsa asing diraih mereka, tanpa mereka duga, masuk dalam perangkap yang sangat licik dan halus. Mereka dikuasai oleh para pengkhianat bangsanya sendiri. Lepas dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya.

Sekian puluh tahun rakyat negeri itu masuk ke dalam penjajahan baru. Penjajahan yang sangat halus dan licik. Para penjajahnya sangat lihai memainkan perannya seolah mereka adalah pemimpin dan perduli akan keadaan rakyatnya. Padahal sesungguhnya, yang diperdulikan oleh para penguasanya adalah kemakmuran diri dan kelompoknya sendiri.

Banyak sudah sumber daya alam yang dikeruk habis untuk kepentingan mereka sendiri. Rakyat hanya mendapat bagian yang sangat kecil. Tak heran, seberapa luasnya hutan di negeri itu di babat, seberapa banyaknya cadangan minyak yang digali, seberapa banyak tambang emas yang ditambang, seberapa banyak pabrik dibuat, nasib rakyatnya tetap saja miskin. Hanya segelintir orang yang dekat dengan kekuasaan saja yang dapat menikmati kemewahan dan kenikmatan hidup.

Rezim demi rezim berganti, trah demi trah mengambil alih kekuasaan, namun nasib rakyat negeri itu tak juga berubah. Karena anak cucu dan pengikut penguasa negeri itu memang sudah menanamkan orang-orangnya (generasi penerusnya) untuk tetap menguasai negeri itu, tanpa disadari oleh rakyatnya. Maka tak heran, seberapapun rakyat negeri itu berusaha mengganti pimpinan mereka, namun mereka tetap berada dalam lingkaran kekuasaan para penguasanya yang licik dan haus kekuasaan dan kekayaan. Rakyat negeri itu selalu tertipu.

Konon, banyak sudah bahasan dari para pakar dan elemen masyarakatnya, termasuk para pemuka agamanya tentang prilaku para penguasa negeri, namun prilaku mereka tetap saja tidak perduli. Tetap melakukan hal-hal yang buruk dan semau hatinya dalam memegang jabatan yang mereka miliki, tanpa perduli dengan keadaan rakyatnya. Para penguasa negeri itu, dengan tanpa rasa malu, sibuk dengan pesta pora dalam kemewahan dan kejayaannya. Mereka (para penguasa negeri itu) sudah tak perduli lagi dengan yang halal. Mereka tak segan-segan mengambil yang haram. Dengan liciknya para penguasa menggunakan dalil-dalil agama yang dianut oleh rakyatnya, untuk menipu. Ditampilkannya para pemuka-pemuka agama yang sudah mereka “beli” untuk menyampaikan “kebenaran” kepada rakyatnya. Mereka gunakan jubah-jubah keshalehan untuk mengelabui rakyatnya. Mereka gunakan mahkota nasionalis dan patriotisme bangsanya untuk melancarkan aksi liciknya. Mereka gunakan segala hal, hanya demi melanggengkan kekuasaan dan kemewahannya.

Mereka buat aturan-aturan, undang-undang seenak hati mereka. Mereka buat aturan yang hanya menguntungkan diri mereka sendiri. Kalaupun mereka mengeluarkan aturan yang seolah mendukung dan membela rakyat, itu hanya segelintir dan dibatasi hanya guna mengelabui rakyatnya dan memproklamirkan diri mereka sendiri, kalau mereka perduli dengan rakyat.

Mereka biarkan rakyatnya bodoh, supaya tidak bisa mengusik eksistensi mereka. Sekolah dipersulit. Dengan licik mereka mempropagandakan wajib belajar, namun hanya sebatas jenjang tertentu. Sekolah gratis, hanya propaganda kosong, nyatanya rakyat masih harus membayar mahal untuk pendidikan anak-anaknya. Para penguasa itu juga tak perduli dengan anak-anak bangsa yang pandai dan jenius. Padahal, di negeri-negeri tetangga sekitar mereka, para pemimpinnya sangat menghargai dan mendukung anak-anak bangsa yang pandai dan jenius untuk memajukan negeri dan bangsanya.  Tak heran akhirnya banyak anak bangsa yang pandai dan jenius negeri itu, lari ke negeri lain dan akhirnya dimanfaatkan untuk kejayaan dan kebesaran negeri lain.

Bahkan, dengan tanpa rasa malu, penguasa negeri itu sampai menjual rakyatnya ke negeri lain. Rakyatnya dijadikan budak di negeri lain, hanya kembali untuk mengeruk kekayaan dari devisa yang masuk dan akhirnya semakin memuluskan mereka untuk berfoya-foya dalam kemewahan hidup mereka. Tak sedikit, rakyatnya yang menjadi budak di negeri lain itu meregang nyawa hanya demi menghidupi para penguasanya.

Bahkan uang yang seharusnya diterima oleh rakyatnya yang tengah tertimpa musibahpun, mereka curi dengan cara yang sangat licik. Mereka lebih tunduk kepada penguasa dan pengusaha asing, hanya demi untuk menerima sogokan yang semakin memenuhi kantong-kantong mereka. Mereka tak perduli dengan usaha dan penghidupan rakyatnya. Mereka terus berlomba mencari peluang untuk mengeruk harta dan kekayaan negeri itu sehabis-habisnya. Sungguh sangat keji dan nista para penguasa negeri itu.

Mereka benar-benar tak perduli dengan keadaan rakyat dan negerinya. Yang mereka perdulikan hanya kekuasaan dan kekayaan mereka sendiri.

Tak perduli apakah rakyat bisa makan ?  Tak perduli apakah rakyat memiliki mata pencarian ?  Tak perduli apakah rakyat memiliki tempat berlindung ? Tak perduli rakyatnya banyak yang meregang nyawa karena tak mampu berobat. Bahkan tak perduli apakah rakyat akan hidup atau mati. Mereka hanya perduli diri, keluarga dan kelompoknya saja. Mereka sesungguhnya Penjajah Sejati bagi rakyat dan negerinya.

Dalam kebodohan dan keterbatasannya, dan dalam keputus asaan, rakyat negeri itu berfikir, apa penyebab para pemimpinnya (penguasa) itu bersikap demikian ?  Kenapa para pemimpinnya (penguasa) seakan buta, tuli dan pekak ?  Kenapa para pemimpinnya (penguasa) yang mereka harapkan dan percaya itu tak memperdulikan keadaan mereka ?  Sudah lelah dan habis rasanya tenaga dan suara yang mereka keluarkan untuk mengetuk hati para pemimpinnya itu, namun tak juga membuahkan hasil. Mengapa ?

Sesungguhnya, inti masalah dari semua ini adalah mentalitas dasar dari para penguasa (pejabat) negeri itu. Bagi para penguasa (pejabat) yang mengaku agamis, sesungguhnya mereka adalah kaum MUNAFIK. Bagi penguasa (pejabat) yang mengaku nasionalis, mereka sesungguhnya adalah PENGKHIANAT BANGSA.

Maka, apapun masukan yang diberikan kepada mereka (penguasa negeri itu), laksana siraman air di padang pasir, lenyap begitu saja tanpa bekas. Sesungguhnya, hati, pendengaran dan penglihatan mereka sudah tertutup akan kebenaran. Mereka hanyalah iblis-iblis yang berjubah malaikat. Dan ternyata rakyat negeri itu, sudah salah memilih. Rakyat memilih musuhnya sendiri yang akhirnya membinasakan diri mereka sendiri. Masihkah rakyat negeri itu bisa berharap kebaikan dari para penguasanya ?    TIDAK !

Lantas apa yang bisa rakyat negeri itu lakukan selanjutnya ?


Belajar dari negeri tetangganya, dan belajar dari pengalaman mereka sebelumnya, akhirnya rakyat memutuskan untuk bertindak. Mereka sadar, Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum (bangsa) kecuali mereka merubah diri mereka sendiri. Doa (harapan), sikap diam (biqolbih) tidak merubah keadaan, bahkan dengan mencoba memberi teguran dan peringatan secara lisan atau bil-lisan (demo), pun tidak ada bedanya, alias para penguasanya tetap saja tidak mau merubah diri, bahkan semakin menggila dan semakin licik menyalah gunakan kedudukan mereka. Akhirnya, rakyat memutuskan untuk mengambil langkah akhir, dengan kekuatan tangan (biyadih). Rakyatpun memulai kembali menghimpun kekuatan. People Power istilahnya. Rakyat sudah memutuskan untuk melakukan….Revolusi Sosial !

Atas saran dan pandangan dari seseorang anggota masyarakatnya, rakyatpun mulai mengambil langkah-langkah.

Pertama.
Buang jauh-jauh Politisi muka lama yang sudah jelas-jelas musuh mereka. Buang jauh-jauh Partai lama yang sudah jelas hanyalah kendaraan musuh mereka untuk membinasakan mereka. Tidak perduli, apakah partai itu berbasis agama, ataupun nasionalis. Karena sudah terbukti, hanya digunakan di pakai oleh musuh-musuh mereka untuk menyengsarakan dan bahkan kalau perlu membinasakan mereka semua.

Kedua.
Harus berani mengambil langkah patriotis. Harus berani memerangi penguasa mereka yang lalim dan licik. Karena para penguasa yang senang dengan foya-foya dan kemewahan itu adalah manusia-manusia pengecut. Para penguasa itu adalah orang-orang yang takut mati dan takut hidup susah. Sementara rakyat, sudah setiap waktu, sudah setiap desah napasnya harus berhadapan dengan pertarungan dan maut. Dan penyebab mereka demikian itu karena ulah para penguasanya sendiri.

Belajar dari sejarah perjuangannya dulu, saat rakyat negeri itu mengambil langkah frontal dengan membakar habis (menghancurkan) satu kotanya sendiri daripada dikuasai musuh, maka kali inipun rakyat negeri itu memutuskan bila perlu kembali mengambil langkah itu. Implementasinya, dari pada mereka memilih musuh mereka untuk “memimpin”, mereka putuskan lebih baik tidak ada pimpinan dulu dimasa mendatang.

Ketiga.
Merapatkan barisan untuk bersatu dalam menentukan langkah ke depan, utamanya dalam menseleksi dan menyaring calon Pemimpin yang jujur, amanah dan nasionalis.

Keempat.
Dalam keadaan darurat, mereka bersiap membentuk Dewan Rakyat yang anggotanya terpilih dan berani teken kontrak dengan mereka, bila mengambil keputusan yang tidak Pro Rakyat, maka mereka siap diadili oleh rakyat. Hukum mati. Karena sesungguhnya hal itu suatu pengkhianatan.

Kelima.
Mereka mulai bersiap memasyarakatnya ide dan langkah-langkah mereka itu secara estafet. Memahami dan bertekad akan melakukan langkah itu untuk diri mereka sendiri dahulu, kemudian menyebarkannya ke orang-orang terdekat. Dimulai dari keluarga, teman dekat, para tetangga, rekan-rekan bisnis, dan orang-orang yang mereka kenal. Mereka sadar, butuh waktu. Untuk itu mereka harus kerja keras. Semakin keras dan giat bekerja, semakin cepat dapat merubah hidup mereka. Ya, bekerja keras dan giat serta semangat sampai tiba saatnya nanti, mereka bergerak bersama dan membersihkan seluruh tingkatan kekuasaan dari manusia-manusia yang mendudukinya sekarang. Tak ada lagi tempat untuk manusia-manusia yang sudah dan sekarang sedang duduk disana. Sudah cukup waktu yang diberikan kepada mereka (para penguasa) itu. Sudah cukup para penguasa itu bersenang-senang dan berfoya-foya menuruti segala hawa napsunya. Dudukkan orang-orang baru, yang berani teken kontrak, bila mereka mengkhianati (tidak memperdulikan rakyat banyak dan lebih memperdulikan sekelompok orang atau orang asing), maka mereka akan diadili oleh rakyat sendiri. Hukum mati !!

Itulah kisah suatu negeri. Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah itu. Salam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar